Gaza di Ujung Tanduk, Saatnya Umat Menjawab dengan Jihad dan Khilafah!

 


Oleh. Mila Ummu Muthiah

(Aktivis Muslimah)

 

Tintaliterasi.com- Banyak lembaga internasional dengan tegas menolak rencana Israel untuk menguasai penuh Jalur Gaza. Pada 8 Agustus 2025, Kepala HAM PBB, Volker Türk, menegaskan bahwa rencana ini bertentangan dengan keputusan Mahkamah Internasional. Ia meminta agar pendudukan dihentikan segera demi mewujudkan solusi dua negara dan memberikan hak rakyat Palestina menentukan nasibnya sendiri.

 

Kecaman juga datang dari Turki yang menyebut langkah Israel sebagai tindakan genosida, serta Australia yang menilai pemindahan paksa rakyat Gaza adalah pelanggaran hukum internasional. Pemerintah Indonesia pun mengutuk keras tindakan ini dan meminta Dewan Keamanan PBB serta dunia internasional mengambil langkah nyata.

 

Rencana Israel menguasai penuh Gaza bukan peristiwa tiba-tiba, melainkan puncak dari penjajahan yang sudah berjalan puluhan tahun. Netanyahu memanfaatkan pernyataan ini untuk mengarahkan opini dunia, seolah-olah baru sekarang mereka ingin mengambil alih Gaza, padahal pendudukan sudah lama berlangsung.

 

Selama 75 tahun, Palestina dijajah. Meski Israel menarik pasukannya dari Gaza tahun 2005, blokade darat dan udara tetap berlangsung. Akibatnya, rakyat Gaza seperti hidup dalam penjara terbuka. Data PBB pada Juli 2025 menyebutkan ada 63 kasus gizi buruk akut, termasuk 24 balita. Hampir semua rumah tangga (98%) mengalami krisis pangan, dan hampir setengah juta orang berada di tahap kelaparan parah.

 

Bahkan, penderitaan ini dijadikan peluang ekonomi oleh pihak Zionis. Laporan PBB menyebut lebih dari 1.000 perusahaan, dari industri senjata hingga teknologi, terlibat memperkuat sistem penjajahan. Perusahaan besar seperti Lockheed Martin, Google, dan Amazon menyediakan teknologi dan infrastruktur untuk perang, mendukung penghancuran Gaza—bom yang dijatuhkan setara sembilan kali lipat bom Hiroshima.

 

Seruan “solusi dua negara” terdengar kosong jika tanpa kekuatan nyata di lapangan. Dunia Barat menutup mata saat rakyat Palestina dibantai. Umat Islam tak boleh diam dan hanya menunggu. Saatnya mengambil kembali narasi perjuangan, melawan penjajahan, dan berhenti menjadi penonton pasif.

 

Jika umat terus terjebak dalam diplomasi tanpa hasil, Gaza akan lenyap, disusul Tepi Barat, lalu seluruh Palestina. Jihad bukanlah pilihan ekstrem, melainkan jawaban terhadap penindasan yang terencana. Ini adalah panggilan nurani bagi semua yang masih memiliki hati.

 

Pembebasan Palestina hanya mungkin jika umat Islam kembali pada sistem Islam sejati, yaitu Khilafah yang menjalankan syariat dan jihad fi sabilillah. Di bawah Khilafah, seluruh kekuatan umat bisa disatukan, strategi militer bisa diatur, dan solidaritas lintas negara bisa digerakkan untuk membebaskan Palestina.

 

Khilafah bukan sekadar bentuk negara, tapi wujud kekuasaan Allah di bumi. Dengan satu kepemimpinan, jihad bisa dilaksanakan secara terarah—membongkar blokade, membebaskan Gaza, dan membangun kembali kehidupan rakyatnya.

 

Umat harus bergerak bersama dalam dakwah berjamaah untuk menegakkan Khilafah. Ini bukan hanya perubahan politik, tapi kebangkitan kesadaran. Dengan Khilafah, jihad bukan lagi sekadar kata-kata, tapi aksi nyata yang terkoordinasi.

 

Khilafah dengan komando jihad dari seorang Khalifah akan menjadi motor pembebasan Gaza dan tegaknya keadilan di dunia. Inilah panggilan untuk membebaskan Al-Aqsha dan seluruh bumi Palestina. Wallahu a’lam bishshawab.

Artikel Terkait

Bijak Menilai Konten Pejabat

Polemik Panjang Ijazah Jokowi

Mustafa Kemal Attaturk dan Hancurnya Negara Islam