Penghinaan Nabi: Kebebasan Demokrasi yang Kebablasan

 


Oleh. Mila Ummu Muthiah

(Aktivis Muslimah)


Kasus penghinaan Nabi Muhammad saw. di Turki kembali mengguncang dunia Islam. Majalah satire LeMan menerbitkan karikatur yang melecehkan Nabi dan memancing kemarahan publik. Pemerintah Turki bereaksi cepat, tetapi luka di hati umat sudah terlanjur dalam. (inews.id, 1-7-2025)

Fenomena penghinaan Nabi bukan pertama kali terjadi di era modern. Selalu saja berlindung di balik slogan kebebasan berekspresi yang diagung-agungkan. Demokrasi sekuler membuka ruang seluas-luasnya untuk menistakan agama tanpa pertanggungjawaban moral.

Sistem demokrasi lahir dari ideologi sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, kebebasan dijadikan tameng untuk menjustifikasi segala bentuk penghinaan. Ketika Islam dihina, para pembela kebebasan mendadak tuli dan bisu.

Ironisnya, kebebasan itu bersifat selektif dan penuh standar ganda. Menghina Nabi dianggap wajar, tetapi jika kelompok lain tersinggung, langsung dicap ujaran kebencian. Inilah wajah asli demokrasi, manis di ucapan, pahit dalam praktik.

Islam memiliki aturan yang tegas untuk menjaga kehormatan Rasulullah ﷺ. Penghinaan terhadap Nabi termasuk kejahatan besar yang tidak boleh ditoleransi. Negara Islam (Khilafah) wajib menegakkan sanksi tegas agar tidak terulang.

Sejarah membuktikan, Khilafah Islamiyah mampu melindungi kehormatan Nabi dan umat. Tidak ada satupun yang berani merendahkan Rasulullah ﷺ tanpa menerima hukuman setimpal. Wibawa Islam terjaga, dan umat merasa dilindungi sepenuhnya.

Sayangnya, saat ini umat Islam hidup dalam sistem sekuler yang mengabaikan syariat. Penguasa Muslim lebih memilih menjaga hubungan politik daripada membela kehormatan Rasulullah saw. Kecaman hanya sebatas kata, tanpa tindakan nyata.

Umat Islam harus sadar bahwa kecaman saja tidak cukup. Dibutuhkan penerapan syariat Islam secara kafah dalam negara. Hanya dengan Khilafah, kehormatan Nabi saw. dapat dijaga secara menyeluruh.

Penghinaan Nabi bukan sekadar persoalan emosional, tapi juga bukti kegagalan demokrasi. Kebebasan yang kebablasan menjadi senjata untuk menyerang Islam. Sudah saatnya umat menuntut penerapan Islam kafah sebagai solusi hakiki.

Kita wajib mencintai Rasulullah saw. lebih dari apapun. Menjaga kehormatan beliau adalah kewajiban yang tak bisa ditawar. Tegaknya Khilafah adalah jawaban nyata, bukan sekadar slogan kosong. Wallahu a'lam bishawwab.[]

Artikel Terkait

Bijak Menilai Konten Pejabat

Polemik Panjang Ijazah Jokowi

Mustafa Kemal Attaturk dan Hancurnya Negara Islam