Jebakan Utang Negara Adidaya Terhadap Rezim Baru Suriah

 


Oleh: Marni Mulyani, S.E.

(Aktivis Muslimah)


Pembekuan ekonomi Suriah telah berlangsung lebih dari 14 tahun terakhir sejak tahun 2011 yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan beberapa negara internasional lainnya. Pemicunya adalah konflik yang terjadi di Suriah oleh rezim negara tersebut yang dianggap oleh negara-negara internasional sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia.


Sikap yang diambil oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa sangat berdampak pada pembatasan ekonomi Suriah karena kedua negara tersebut yakni Amerika serikat dan Uni Eropa merupakan pemilik voting yang memiliki pengaruh besar terhadap keputusan World Bank sebagai lembaga internasional yang aktif dalam pemberian bantuan-bantuan keuangan Internasional.


Adanya sanksi ekonomi dari negara-negara anggota World Bank mengakibatkan Suriah mengalami kesulitan dalam mengakses bantuan keuangan dari lembaga-lembaga keuangan internasional.


Baru-baru ini Gubernur Bank Sentral Suriah Abdul Qadir Al-Hasriya dan Menteri Keuangan Suriah Mohammed Yosr Bernieh menghadiri pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia untuk membahas utang suriah sejak rezim Bashar Al-Assad turun dari tampuk kekuasaannya.


Dalam pertemuan tersebut Arab Saudi dan Qatar menyatakan kesiapannya untuk melunasi utang Suriah pada World Bank sebesar $15 juta atau sekitar Rp252,8 miliar. Dengan lunasnya utang Suriah merupakan lampu hijau bagi Suriah untuk kemudian bisa kembali mengakses bantuan keuangan World Bank sebagaimana negara-negara lainnya. (CNN Indonesia, 28-4-2025)


Negeri-negeri muslim saat ini tidak terkecuali negeri-negeri Arab, seluruhnya terjerat utang ribawi dari lembaga-lembaga keuangan internasional yang tidak memiliki standar halal haram dalam melakukan transaksi ekonomi. Jelas Standar Islam di abad ini tidak lagi menjadi acuan dalam melakukan aktivitas ekonomi melainkan penggunaan sistem sekuler kapitalisme. Di mana aktivitasnya bersandarkan pada kebebasan ekonomi. 


Hal inilah yang menjadikan negeri-negeri kaum muslim terjajah akibat adanya aktivitas utang ribawi. Misalnya saja Indonesia sejak tahun 2003 dengan keputusan menambah bantuan pinjaman setelah mampu mengembalikan hutang sebelumnya dari Lembaga keuangan internasional di antaranya IMF justru tidak menjadikan negara Indonesia sejahtera dalam pembangunan ekonomi sesuai dengan visi yang terdengar manis dari para pemberi utang, melainkan jumlah utang Indonesia saat ini semakin membengkak akibat bunga atas pinjaman yang ditaksir mencapai 8 ribu Triliun. Sungguh jumlah utang yang sangat fantastis bagi negara yang ingin memiliki cita-cita akan kemandirian ekonomi.


Utang di sistem saat ini merupakan senjata negara adidaya untuk menjajah berbagai negara di dunia. Bukan lagi dengan penjajahan fisik sebagaimana zaman penjajahan di masa silam melainkan dengan utang yang menjadikan negara terus digerus ekonominya akibat bunga atas pinjaman yang terus bertambah selama utang belum mampu dilunasi. Akibatnya justru bukan menyejahterakan negara peminjam tapi terjebak dalam pembayaran-pembayaran bunga atas pinjaman.


Lantas bagaimana utang dalam Islam? Islam tidak melarang suatu pihak untuk melakukan peminjaman alias utang kepada pihak lain. Namun, dalam Islam yang dilarang adalah adanya riba atas transaksi pinjaman/utang. Utang dalam Islam adalah pinjaman yang diberikan ikhlas tanpa mengambil manfaat apa pun. Islam menganjurkan untuk tolong menolong di antara sesama dengan balasan pahala berlimpah dari Allah SWT. 


Demikianlah, letak perbedaan standar ukur antara sistem Islam dan sistem kapitalisme yang senantiasa bertindak atas adanya materi. Sistem Sekuler-Kapitalisme yang sarat dengan pemisahan nilai-nilai agama dari kehidupan didunia dan selalu bersandarkan pada keuntungan yang akan diperoleh, tidak mengenal tolong menolong tanpa pamrih, melainkan selalu memanfaatkan segala situasi atas tindakan yang telah diupayakan kepada pihak lain. Selain itu, tidak mengenal ikhlas dan juga tidak mengenal janji-janji dari sang pencipta atas balasan pahala atau dosa yang akan didapatkan di akhirat kelak.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Postingan populer dari blog ini

Bijak Menilai Konten Pejabat

Polemik Panjang Ijazah Jokowi

Mustafa Kemal Attaturk dan Hancurnya Negara Islam