Pembatasan Kelahiran Bukan Solusi Kemiskinan
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pada akhir April lalu berencana mensyaratkan vasektomi kepada warga miskin penerima bansos. Dedi meyakini vasektomi akan membantu mengurangi angka kemiskinan warga Jawa Barat. Hal itu dilihat dari temuan dan laporan yang dia terima bahwa masyarakat prasejahtera mayoritas memiliki anak lebih dari dua orang.
Namun, rencana itu mendapat penentangan dan kritikan dari berbagai pihak seperti Komnas HAM dan MUI. Karena itu Gubernur Jawa Barat itu memberikan klarifikasi terkait rencana program bantuan sosial (bansos) dengan syarat kepesertaan program Keluarga Berencana (KB) bagi pria. Ia menyatakan KB tidak harus dengan vasektomi semata, tetapi bisa dengan berbagai metode pengendalian kelahiran lainnya yang lebih fleksibel dan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.
Vasektomi Haram
Dalam dunia medis dikenal dua prosedur penghentian kemampuan reproduksi kaum pria, yaitu kebiri dan vasektomi. Keduanya punya kesamaan, yaitu memandulkan seorang lelaki. Akibatnya, ia tidak bisa mengeluarkan sperma untuk membuahi sel telur perempuan. Bedanya, kebiri melibatkan pengangkatan testis. Adapun vasektomi hanya memutus jalur sperma dengan mengganggu vas deferens, yaitu saluran panjang yang menghubungkan epididimis dengan saluran kemih (uretra) dan berfungsi untuk menyalurkan sel-sel sperma. Memang seorang lelaki yang telah divasektomi tetap dapat melakukan hubungan badan. Namun, ia tidak bisa lagi menghamili istrinya.
Baik vasektomi maupun kebiri hukumnya haram. Keharaman kebiri (al-ihsha’) telah ditetapkan berdasarkan hadis. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra.:
كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَيْسَ لَنَا نِسَاءٌ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَا نَسْتَخْصِي؟ ” فَنَهَانَا عَنْهُ
Kami dulu berperang bersama Rasulullah saw., sedangkan bersama kami tidak ada kaum perempuan (istri). Lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah sebaiknya kami melakukan kebiri?” Kemudian Rasulullah melarang kami dari perbuatan tersebut (HR al-Bukhari).
Sementara Islam memerintahkan umatnya untuk menikah dan mendapatkan keturunan. Nabi saw. bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Menikahlah kalian dengan wanita penyayang dan subur (berpotensi melahirkan anak yang banyak). Sungguh aku akan membanggakan diri (dengan sebab banyaknya jumlah kalian) di hadapan para nabi pada Hari Kiamat (HR Ahmad).
Para ulama menyebutkan larangan bagi pasangan suami-istri yang bersepakat untuk tidak memiliki anak, misalnya melalui kebiri, vasektomi atau tubektomi yang merusak kemampuan reproduksi manusia. Imam Al-Imad bin Yunus pernah ditanya tentang pasangan suami-istri yang merdeka (bukan budak), yang sama-sama setuju untuk tidak mengikuti program hamil, apakah boleh mengambil tindakan medis atau berobat untuk tidak hamil setelah suci haid. Ia menjawab, ”Tidak boleh.” (Ar-Ramli, Nihâyah al- Muhtâj, 8/ 443).
Memang sudah ada operasi untuk dapat menyambungkan kembali saluran sel sperma seorang pria yang sudah divasektomi. Namun, biasanya tidak bisa pulih dengan sempurna, dan berkurang pula peluang suami untuk bisa menghamili istrinya. Sebabnya, sudah terdapat gangguan pada saluran spermanya. Secara biaya, operasi ini juga terbilang mahal.
Perencanaan Kelahiran
Program vasektomi dan tubektomi adalah bagian dari kebijakan pembatasan kelahiran (tahdîd an-nasl). Hukumnya haram. Apalagi jika menjadi program yang dipaksakan oleh negara kepada rakyat. Jelas ini sebuah kezaliman.
Akan tetapi, syariah Islam mengizinkan pasangan suami-istri untuk melakukan pengendalian atau pengaturan kelahiran (tanzhîm an-nasl). Misalnya dengan tujuan agar ibu mendapatkan waktu pemulihan yang cukup pasca melahirkan. Dengan perencanaan kelahiran, seorang ibu juga dapat memberikan pemeliharaan dan perhatian yang cukup untuk anak-anak mereka. Ibu dan anak juga mendapatkan asupan gizi yang cukup dengan pola kelahiran yang direncanakan dengan baik.
Untuk itu Islam membolehkan para suami melakukan ’azl (coitus interuptus [senggama terputus]) saat berhubungan badan dengan istrinya. Dengan ’azl, seorang istri bisa menghindari kehamilan karena suaminya mengeluarkan spermanya di luar vaginanya. Kebolehan ’azl ini dinyatakan berdasarkan Sunnah Nabi saw.:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَنْهَنَا
Jabir berkata, ”Kami dulu biasa melakukan ‘azl (senggama terputus) pada masa Rasulullah saw. Kemudian hal itu sampai kepada beliau. Namun, beliau tidak melarang kami (melakukan demikian).”
Dengan demikian, sebagaimana ’azl, penggunaan alat-alat kontrasepsi dalam rangka menghalangi pembuahan sel telur oleh sel sperma juga dihukumi boleh. Dengan kata lain KB menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom, spiral/IUD, atau kontrasepsi hormonal seperti pil KB atau suntikan adalah legal secara syariah selama tidak menimbulkan madarat (bahaya) untuk pasangan suami-istri. Jika menimbulkan madarat pada suami atau istri berupa gangguan kesehatan maka upaya tersebut wajib dihentikan. Suami atau istri boleh beralih menggunakan metode lain.
Meski begitu, keputusan perencanaan kelahiran harus datang dari pihak suami dan istri, bukan menjadi kebijakan yang memaksa. Apalagi dijadikan syarat untuk mendapatkan pelayanan dari negara.
Bukan Solusi Ekonomi
Opini bahwa pertambahan jumlah anak atau naiknya populasi penduduk menjadi penyebab kemiskinan adalah opini yang sesat. Sama sekali tidak ada korelasi antara kemiskinan dan pertambahan populasi penduduk dan jumlah anak. Ini teori yang pernah dicetuskan oleh ekonom Inggris Robert Malthus beberapa puluh tahun silam. Menurut Malthus, pertumbuhan populasi cenderung melampaui pertumbuhan produksi pangan. Lalu dikhawatirkan terjadi kelaparan, penyakit dan kematian melanda umat manusia. Padahal teori ini sama sekali tidak pernah terbukti.
Setiap Muslim wajib meyakini bahwa setiap makhluk bernyawa di muka bumi ini telah mendapatkan jaminan rezeki Allah SWT. Firman-Nya:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ
Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah Yang memberi rezekinya. Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) (TQS Hud [11]: 6).
Dulu orang-orang Arab jahiliah takut menjadi miskin jika mereka memiliki anak. Lalu Allah SWT mengingatkan:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah Yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (TQS al-Isra’ [17]: 31).
Penyebab kemiskinan hari ini adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang batil dan rusak. Dalam sistem ini terjadi penguasaan kekayaan negara oleh segelintir orang. Akibatnya, muncul ketimpangan sosial yang lebar dan dalam. Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), 50 persen aset nasional dikuasai hanya oleh 1 persen orang kaya di tanah air.
Sistem kapitalisme juga membuat negara membolehkan kekayaan alam dikuasai oleh perusahaan asing maupun dalam negeri. Padahal banyak bukti, eksploitasi pertambangan oleh perusahaan swasta dan asing, misalnya, tidak menaikkan taraf hidup warga setempat. Beberapa waktu lalu Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menyebutkan bahwa daerahnya menjadi jadi salah satu penyumbang devisa terbesar untuk negara. Namun, rakyatnya tidak merasakan hasilnya. Yang mereka rasakan malah dampak kerusakan lingkungan, sosial dan ekonomi akibat maraknya aktivitas pertambangan tersebut.
Pada tahun 2024 Majalah Forbes mencatat total harta 50 orang terkaya di Indonesia tembus US$263 miliar atau setara Rp 4.209,25 triliun. Ironinya, kekayaan mereka melesat hingga ratusan triliun rupiah justru pada saat ekonomi nasional sedang terpuruk, daya beli warga melemah, 60 juta warga (menurut Bank Dunia) jatuh miskin dan ada 7,8 juta pengangguran.
Penumpukan kekayaan pada segelintir orang ini menyebabkan roda ekonomi tidak berputar. Akibatnya, daya beli menurun, usaha lesu bahkan bangkrut, pengangguran bertambah, warga kesulitan mengakses pendidikan dan angka kemiskinan pun bertambah. Inilah lingkaran setan kemiskinan yang dihasilkan penerapan sistem kapitalisme.
Ironinya, warga miskin justru disalahkan karena menikah dan punya anak, apalagi jika anaknya banyak. Pada saat yang sama, negara tidak banyak berperan dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara malah lebih berpihak pada kaum kapitalis-oligarki.
Sudah cukup bukti kalau penyebab kemiskinan dan kesengsaraan umat hari ini adalah ideologi kapitalisme. Maka dari itu, sudah saatnya kita mengubur ideologi batil tersebut. Penggantinya tidak lain adalah Islam. Islamlah satu-satunya ideologi yang haq dan paripurna. Islam adalah sistem kehidupan yang memberikan solusi terbaik untuk umat manusia. Penerapan Islam sebagai ideologi dan sistem kehidupan pasti akan mendatangkan berkah dan ridha Allah SWT. Tidak cukupkah derita umat pada hari ini akibat penerapan ideologi kapitalisme?
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan kalian sendiri, sementara Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian) (TQS asy-Syura [42]: 30).
WalLâhu a’lam. []
—*—
Hikmah:
Nabi saw. bersabda:
لَا تَيْأَسَا مِنَ الرِّزْقِ مَا تَهَزَّزَتْ رُءُوسُكُمَا، فَإِنَّ الْإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرَةٌ، ثُمَّ يُعْطِيهِ اللَّهُ وَيَرْزُقُهُ
Janganlah kalian berdua berputus asa dari rezeki selama kepala kalian berdua masih dapat digerakkan. Sesungguhnya manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan bayi merah tanpa mengenakan apa pun, kemudian Allah memberi dia karunia dan rezeki. (HR Ahmad). []