KPK Terancam Tak Bisa Tangkap Direksi BUMN

 


Oleh. Mila Ummu Muthiah

 

TintaLiterasi-Dilansir dari kompas.com (5-5-2025), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam tidak lagi memiliki wewenang untuk menangkap dan memproses hukum direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN (UU BUMN) berlaku pada 24 Februari 2025. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, terdapat dua pasal penting yang menjadi tantangan KPK yaitu: Pasal 3X Ayat (1) berbunyi "Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara". Pasal 9G berbunyi "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara".

 

Padahal, Undang-Undang KPK mengatur bahwa salah satu obyek yang diusut KPK adalah penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi. Hal tersebut tercantum pada Pasal 11 Ayat (1) UU KPK yang menyatakan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain serta/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar.

 

 Koruptor Semakin Sulit Diberantas

 

Artinya, melalui perubahan ini, KPK tidak lagi memiliki dasar hukum untuk menangani kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan direksi dan komisaris BUMN. Padahal, dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, tepatnya pasal 11 ayat (1) menyebutkan: “KPK hanya dapat menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi yg melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, atau kasus dengan kerugian negara minimal Rp 1 miliar.

 

Dari perspektif tatanegara tentu saja kekuatan UU BUMN lebih dominan. Menggunakan logika “Lex Specialis Derogat Legi Generali”, Hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum, tentu saja UU BUMN lebih unggul karena lebih khusus mengatur BUMN sebagai entitas bisnis. Sifat khusus inilah yg menjadi legitimasi maka aturan UU BUMN mengesampingkan UU KPK yg sifatnya lebih umum dalam konteks pengelolaan korporasi dan masalah pelanggaran hukumnya.

 

Maka sejak revisi aturan BUMN disahkan, KPK tidak akan lagi menangani kasus dugaan korupsi yg menyeret bos BUMN, komisaris dan pengawasnya. Ucapkan banyak selamat bagi para koruptor BUMN.

 

Solusi Islam terhadap Pelaku Korupsi

Jika di negara kapitalis koruptor dijatuhi hukuman pidana tanpa perampasan aset, maka berbeda 180 derajat kekuatan hukum ini dengan sanksi Khilafah (negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah/total).

Adapun sanksinya sebagai berikut:

  • Islam memberikan hukuman berupa perampasan aset bagi pelaku korupsi, tak terkecuali qadhi. Karena harta yang diperoleh dari tindakan zalim seperti suap dan korupsi merupakan harta yang terhitung “curang”.
  • Takzir atau hukuman yang meliputi teguran, warta media massa, denda, cambuk, pidana penjara, dan hukuman mati.

Cara Khilafah Mencegah Korupsi di Lembaga Peradilan

  • Memberikan kepada masyarakat pendidikan wajib gratis berbasis akidah Islam agar memunculkan suasana Islami pada diri dan lingkungan tiap individu.
  • Memberikan hakim/qadhi gaji yang tinggi.
  • Melakukan penghitungan kekayaan hakim/qadhi sebelum dan selama ia menjabat.

Wallahu a’lam bishawwab.

Postingan populer dari blog ini

Bijak Menilai Konten Pejabat

Mempertanyakan Efektivitas Evakuasi Warga Gaza

Polemik Panjang Ijazah Jokowi