Kebijakan Vasektomi, Tidak Efektif Mengurangi Angka Kemiskinan

 



Oleh. Mila Ummu Muthiah

 

TintaLiterasi-Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (KDM) mengungkapkan rencana kebijakan KB sebagai syarat penerimaan Bansos, dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk "Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah". Dalam rapat tersebut, KDM mengatakan KB, terlebih KB pria berupa vasektomi (metode operasi pria/MOP) akan menjadi syarat untuk penerimaan bantuan sosial, mengingat dari temuannya banyak keluarga prasejahtera ternyata memiliki banyak anak, padahal kebutuhan tidak tercukupi. (Antaranews.com, 1-5-2025).

 

Menanggapi wacana vasektomi sebagai syarat menerima bantuan sosial, menjadi bukti bahwa kebijakan dalam sistem sekuler kapitalisme sering dibuat tidak berdasarkan fakta tetapi nilai emosional, impulsive.

 

Miris, seorang pemimpin beranggapan bahwa banyak anak menjadi sebab terjadinya kemiskinan. Padahal, fakta telah membuktikan bahwa munculnya kemiskinan bukan disebabkan banyaknya anak. Bahkan, Rasulullah sendiri menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak anak.

 

Sesungguhnya kemiskinan yang terjadi hari ini adalah akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalis. Sistem ini menjadikan kehidupan serba sempit, kekayaan menumpuk di kalangan orang-orang kaya semata. Dalam sistem ini setiap individu diberikan kebebasan untuk berkepemilikan dan bertingkah laku. Individu diberi kebebasan untuk memiliki apa pun, termasuk menguasai sumber daya alam—yang notabene adalah milik umum. Dengan prinsip ini menjadikan orang yang memiliki modal saja yang mampu mengakses sumber daya alam negeri ini, sementara yang tidak bermodal harus terlempar dalam jurang kemiskinan.

 

Sistem kapitalisme juga membuat negara membolehkan kekayaan alam dikuasai oleh perusahaan asing maupun dalam negeri. Padahal, banyak bukti bahwa eksploitasi pertambangan oleh perusahaan swasta dan asing, misalnya, tidak menaikkan taraf hidup warga setempat. Rakyat kecil tidak makin sejahtera, malah makin sengsara. Rakyat tidak merasakan hasilnya, mereka justru menjadi korban dari dampak kerusakan lingkungan, sosial dan ekonomi akibat maraknya aktivitas pertambangan tersebut.

 

Akibat Pola Pikir Pragmatis

 

Hal yang menonjol dalam sikap pragmatis ini adalah ketundukan pada realita (kenyataan) dan kemanfaatan. Pragmatisme sering mengacu pada kemanfaatan (kepentingan) sesaat, tidak peduli bahwa hal itu bertentangan dengan idealisme awal. Dengan alasan kemanfaatan, yang salah kemudian dibenarkan.

 

Cara berpikir pragmatis seperti ini adalah cara berpikir yang lemah. Oleh karena standarnya manfaat, sering kali kebenaran menjadi terabaikan. Lagi pula, standar manfaat memiliki tolok ukur berbeda antara satu orang dengan orang lain, satu umat dengan umat lain dan satu bangsa dengan bangsa lain. Boleh jadi suatu hal bermanfaat bagi satu pihak, tapi mudarat bagi pihak lain. Sebagai contoh masalah rencana menjadikan syarat vasektomi agar mendapat bansos karena dengan anak tidak bertambah dan mendapat bansos, jadi bisa mengurangi kebutuhan masyarakat. Padahal tidak semudah itu faktanya, tidak otomatis begitu, terlebih vasektomi haram dalam pandangan Islam.

 

Sedangkan berkaitan dengan rezeki yang Allah berikan, maka sudah ditetapkan oleh Allah Swt. dan tidak akan berkurang dengan adanya kebijakan sewenang-wenang dari penguasa atau dimiskinkan oleh sistem ini. Hanya saja tetap menjadi rahasia bagi kita karenanya yang wajib kita lakukan adalah berusaha mencari rezeki yang halal sekaligus bertawakal kepada Allah. Wallahu a’lam bishawwab.

Postingan populer dari blog ini

Bijak Menilai Konten Pejabat

Mempertanyakan Efektivitas Evakuasi Warga Gaza

Polemik Panjang Ijazah Jokowi